ADA APA DENGAN RUPIAH YANG
BERKAITAN DENGAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang menembus level Rp 14.000 per USD
mengingatkan masyarakat terhadap keadaan ekonomi pada tahun 1998. Ketakutan
mulai dirasakan, bahwa zaman krisis moneter bakal terulang di era Presiden Joko
Widodo (Jokowi).
Wacana
merujuk ke arah krisis bakal kembali melanda Tanah Air makin kencang. Para
pakar maupun pengamat banyak yang berpikir pesimis atas kondisi ini, sekaligus
mengkritik tiap kebijakan pemerintah.
Di
sisi lain, pemerintah justru gencar mengeluarkan argumen 'penenang' yang
menegaskan meski dolar menguat, namun ekonomi Indonesia tetap sehat. Bahkan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sampai sewot menanggapi
masalah ini.
Menurut
dia, banyak yang tidak mengetahui secara detail kondisi perekonomian dunia
serta dampaknya terhadap perekonomian nasional. Baik di pasar modal dan pasar
uang.
"Itu
sebabnya kemarin juga misalnya IHSG kita drop ke lima koma sekian persen tapi
sore-sore membaik sedikit tiga koma persen. Kenapa? Ya itu dia. Orang tidak
tahu. Kalau tidak tahu, pasang dulu nanti baru nanya ke sana ke mari,"
ujar Menko Darmin.
Berbeda
dengan Darmin, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru merasa perlu ada
sikap tegas dari pemerintah menghadapi carut marut ekonomi saat ini. SBY,
sapaan akrabnya, melihat keadaan ekonomi sudah memasuki tahap waspada.
Jadi,
apakah keadaan ekonomi Indonesia bakal mengulang kondisi kelam krisi seperti
1998? Berikut pandangan para pakar hingga bekas pejabat atas keadaan ekonomi
saat ini :
1.
Sudah lampu kuning
Presiden
keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui memang tidak hanya Indonesia
yang kondisi ekonominya terus menurun. Menurut dia, ekonomi di negara-negara di
Asia juga mencapai titik level waspada.
"Negara-negara
Asia harus sungguh menyadari bahwa perkembangan ekonomi sudah lampu kuning.
Cegah jangan sampai merah," kata SBY dalam akun Twitternya @SBYudhoyono
dikutip merdeka.com, Selasa (25/8).
SBY
menyatakan, kejatuhan nilai tukar mata uang, saham gabungan dan harga minya
sudah melebihi kewajaran. Makro dan mikro ekonomi, sektor keuangan dan riil
telah terpukul.
"Ekonomi
Asia sedang susah, cegah isu lain yang serius. Saya berharap siaga perang dan
ketegangan antara Korut dan Korsel segera berakhir," tulis Ketua Umum
Partai Demokrat ini.
Khusus
untuk Indonesia, SBY melihat masyarakat sudah terdampak akibat kondisi ekonomi
yang sedang loyo saat ini. Dia berharap pemerintah punya solusi agar rakyat
miskin tidak semakin susah.
"Saya
amati, untuk Indonesia, masyarakat mulai terdampak. Cegah jangan sampai makin
cemas, kehilangan trust dan hidupnya makin susah. Menurut saya, manajemen
krisis harus diberlakukan. Jangan underestimate dan jangan terlambat. Apalagi
pasar dan pelaku ekonomi mulai cemas," lanjut SBY.
2.
Akui saja Indonesia krisis
Dewan
Perwakilan Rakyat meminta pemerintah mengakui, ekonomi Indonesia saat ini
memasuki krisis. Ini menyusul rontoknya nilai tukar rupiah dan bursa saham.
"Saya
ingin mengatakan pada teman-teman sekalian, pemerintah siapapun anda, inilah
saatnya menunjukkan bahwa kita dalam krisis. Akui itu. Tetap dilakukan langkah
terukur jangan kemudian membuat kita pada wilayah keguncangan informasi,"
kata Anggota Badan Anggaran DPR-RI Akbar Faisal saat rapat kerja dengan
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Bappenas, dan Kementerian Hukum dan HAM,
Jakarta, Selasa (25/8).
Menurutnya,
masyarakat saat ini bingung dengan situasi perekonomian Indonesia.
"Pada
posisi mana sebenarnya kita harus berdiri? Ada bagian di mana optimistisme
terbangun tapi pada realitas yang lain sebenarnya kita sungguh-sungguh dalam
masalah," kata mantan anggota tim transisi Jokowi-JK tersebut.
3.
Menkeu: Jauh dari krisis
Menteri
Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan perekonomian Indonesia masih
terkendali. Meskipun rupiah dan bursa saham Indonesia rontok.
"Saya
harus bilang krisis terus bubar gitu? Nggak. Kondisi masih terkendali. Tidak
krisis atau jauh dari krisis," ujarnya saat rapat kerja dengan Badan
Anggaran DPR-RI, Jakarta, Selasa (25/8).
Dibanding
1998, kata Bambang, kinerja ekonomi Indonesia saat ini masih baik. Itu terlihat
dari data pertumbuhan ekonomi masih positif, transaksi perdagangan surplus, dan
defisit neraca transaksi berjalan menurun.
"Belum
lagi perbankan, kredit macet, rasio kecukupan modal masih dalam kondisi
bagus," katanya.
Dia
menegaskan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) untuk
mengantisipasi dampak lanjutan ekonomi global. Jika pelemahan rupiah berlanjut,
pemerintah bisa mengubah asumsi nilai tukar rupiah tahun depan.
4.
Rupiah berpotensi samai krismon 98
Direktur
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati
menilai pemerintah masih terlihat santai dalam menghadapi kemerosotan rupiah.
Ini lantaran, ekonomi Indonesia dianggap belum berada pada situasi genting.
Jika
tak dikendalikan dengan baik, nilai tukar rupiah saat ini bisa terperosok
hingga ke level seperti krisis 1998. Kala itu, ekonomi melambat dan rupiah
merosot hingga Rp 15 ribu-Rp 17 ribu per dolar Amerika Serikat.
"Krisis
1998 disebabkan oleh likuiditas perbankan yang tipis, sehingga tidak mampu
membiayai sektor riil dan berdampak pada meningkatnya pengangguran," ujar
Enny.
"Pasti
berpotensi krisis kalau rupiah terus menerus begini dan tidak ditangani.
Bagaimana menahan rupiah agar tidak mempunyai implikasi terhadap daya beli
serta penurunan investasi, itukan yang paling penting dan itu kan bisa
dilakukan."
5.
Ekonomi sudah tidak masuk akal
Menteri
Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) dan nilai tukar Rupiah merupakan sentimen yang tidak masuk akal. Bahkan,
pelemahan tersebut bukan mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.
"Kondisi
sekarang sudah irasional, yang terjadi sekarang enggak mencerminkan fundamental
dan lebih berdasarkan pada sentimen berlebihan," ujar dia di Kantornya,
Jakarta, Jumat (21/8).
Menteri
Bambang menegaskan sentimen berlebihan ini muncul karena adanya kekhawatiran
perang mata uang yang terjadi dunia, harga minyak yang akan turun serta spekulasi
Amerika Serikat (AS) akan menaikkan suku bunganya.
"Ini
berimbas ke semua, harga saham di AS saja jatuh, semua bursa kena, karena
keadaan irasional itu," kata dia.
Untuk
itu, pemerintah bakal terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia guna memantau
perkembangan pasar keuangan saat ini.
"Setiap
hari kami koordinasi. Pokoknya kalau ada kekhawatiran pasti ada cover meeting
di FKSSK," pungkas dia.
6.
Ekonomi dalam keadaan bahaya
Pengamat
Ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Dr Joubert Maramis ikut
komentar terkait pelemahan nilai tukar Rupiah yang terjadi belakangan ini.
Menurutnya, melemahnya nilai tukar Rupiah hingga mencapai Rp 14.000 per dolar
Amerika Serikat (USD) telah menjadi tanda bahaya bagi perekonomian Indonesia.
"Kurs
Rupiah yang mencapai Rp 14.000 per USD, sudah bahaya bagi perekonomian
Indonesia karena perekonomian internasional, kita defisit pada transaksi barang
dan modal," kata Joubert seperti dilansir Antara, Selasa (25/8).
hay bosku anda bingung mencari bandar togel
BalasHapusyuk bergabung bersama kami di togel pelangi
togel terbaik dan terpecaya 100% aman
http://www.togelpelangi.com/