Kamis, 17 Desember 2015

MENGAPA TIDAK PERCAYA ADANYA TUHAN ???

MENGAPA TIDAK PERCAYA ADANYA TUHAN ????

Pada suatu titik saya sadar bahwa semua klaaim tentang dunia supranatural ternyata bohong atau bisa dijelaskan secara ilmiah. Ilmuwan telah puluhan tahun mencari sekedar bukti keberadaan mahkluk supranatural apapun dan juga kemampuan supranatural apapun yang menunjukkan mahkluk supranatural itu ada. Klaim-klaim dukun yang bisa mamanggil roh, santet, ilmu terawang, telepati, dll tidak pernah terbukti sekedar memiliki kemampuan tersebut hingga detik ini. Segala klaim mengenai tenaga dalam, aura, claivoyance, pelet, santet, astral projection, dll tidak pernah terbukti keberadaannya meskipun pencarian telah dilakukan selama puluhan tahun di banyak negara yang banyak terdapat orang orang yang mengaku-ngaku memiliki kemampuan tersebut. Pada akhirnya saya sadar bahwa suatu kebohongan yang berkedok supranatural bisa dipercaya oleh jutaan orang yang tidak mau berfikir kritis dan ikut saja apa kata buku tua. Dari situlah saya mengkritisi banyak agama dan pada akhirnya mengkritisi agama saya sendiri. Ketika saya sadar bahwa segala kepercayaan saya terhadap entitas ghaib selama ini tidak didukung ooleh sedikitpun bukti dan menyadari bahwa agama hanyalah buatan manusia untuk mengontrol manusia dan alasan politik, serta banyaknya kejadian di dunia yang mendukung hal itu, saya tidak lagi percaya pada agama dan keberadaan/keperdulian Tuhan. Itulah titik dimana saya berfikir bahwa saya akan menjalani kehidupan yang baik, dengan meninggalkan ritual keagamaan.
Ada berbagai macam alasan yang membawa seseorang menjadi ateis. Pada awalnya tentu saja semua orang lahir tidak beragama ataupun menyembah Tuhan tertentu, yang kemudian menganut agama yang dianut orang tua mereka. Dalam perkembangannya banyak yang menyadari bahwa kepercayaannya yang dibawa sejak kecil ternyata tidak memenuhi bukti yang cukup untuk dianggap sebagai fakta, melainkan sebuah cerita yang terdengar sangat luar biasa sehingga seolah mampu memberikan segala jawaban mendasar tentang asal usul dan tujuan kehidupan. Para ateis pada umumnya adalah mereka yang peduli akan kebenaran dan mencarinya dengan mengedepankan objektifitas, menghindari asumsi, dan menarik kesimpulan yang paling logis. Dengan demikian mereka mampu menganalisa secara obyektif bagaimana hingga agama dan imajinasi manusia tentang Tuhan muncul.
Banyak bagian-bagian dalam ajaran agama yang tidak sreg dalam perasaan saya. Ajaran agama yang doktriner tidak sejalan dengan pikiran kritis saya. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti ‘dari mana kita’, ‘siapa kita’, ‘ke mana kita’, ‘apakah baik dan buruk itu’ dan pertanyaan dasar lainnya saya melihat bahwa filsafat dan sains bisa memberikan penjelasan yang lebih memadai–sekalipun dengan kerendahan hatinya, sains dan filsafat mengakui bahwa jawaban yang disediakan sejauh ini tidak sempurna dan mungkin salah. Saya lebih ‘sreg’ dengan jawaban yang tidak sempurna dan mungkin salah tapi banyak membantu perikehidupan kita sehari-hari, daripada jawaban yang mengklaim dirinya sempurna, absolut, dan pasti benar selamanya, namun tidak banyak berguna sebetulnya bagi perikehidupan sehari-hari, bagi pengembangan pengetahuan & teknologi, bahkan bagi kita untuk menentukan apa yang baik dan buruk.
Semua bayi terlahir tidak percaya Tuhan. Sebagian pada saat tumbuh dewasa diajarkan/diindoktrinasi dengan ajaran agama (ortu beragama), sebagian lagi tidak (ortu tidak beragama). Bagi yang sudah diajari agama dan jadi beragama ada sebagian yang kembali tidak beragama karena berbagai sebab. Sebabnya bisa karena ragu melihat banyaknya agama berbagai versi, mempelajari sains dan skeptisisme kemudian skeptis terhadap agama (meragukan agama), atau pengalaman buruk dengan ajaran agama tertentu, dll. Ateisme bukanlah jalur yang dipilih, ateisme hanyalah a-teisme, dalam arti keadaan orang yang bukan teis, tidak percaya keberadaan Tuhan. Tidak lebih dari itu. Karena itu tentu orangnya sendiri bisa punya bermacam-macam pendapat dan kepercayan. Keberadaan Tuhan hanyalah hipotesa sementara manusia untuk menjelaskan fenomena yang mereka belum pahami. Ketika manusia tidak mampu memahami asal usul kehidupan dan alam semesta mereka berasumsi alam semesta diciptakan Tuhan.
Sama seperti ketika manusia belum mengerti terbentuknya petir, mereka berasumsi petir diciptakan dewa bernama Zeus.
Keberadaan Tuhan sendiri sejauh ini tidak meiliki bukti dan tidak bisa dideteksi keberadaannya dengan tolok ukur apapun. Ketidakpercayaan ateis tentang keberadaan Tuhan tidak hanya karena dia tidak bisa dilihat tapi juga karena faktor faktor lain. Tuhan tidak menjawab doa. Tuhan tidak memiliki signifikansi atas apa yang terjadi di dunia yang menunjukkan Dia ada. Tuhan bisa saja ada tapi secara jelas tidak mengintervensi apapun yang terjadi di bumi. Satu dan lain hal secara jelas menunjukkan bahwa meskipun Dia ada ataupun tidak, Dia tidak perlu disembah.
Ketidakpercayaan saya akan satu agama (yang teistik, at least) berangkat dari fakta bahwa tidak ada ide mengenai apapun yang sifatnya purely universal, kecuali hal-hal yang instinctive seperti keharusan manusia untuk makan-minum, bernapas, bertahan hidup, dlsb. Semua set nilai moral yang ada bersifat relatif, tergantung pada masyarakat dan adjustment macam apa yang perlu dilakukan anggota-anggotanya untuk me-maintenance kehidupan yang seimbang. Demikian juga agama, sebagai seperangkat sistem kepercayaan, sistem kebudayaan, dengan segala punishment & reward yang mengatur orang-orang yang hidup dibawah naungan nilai moral yang ditetapkannya. Seperti yang kita tahu, ada banyak ragam agama dan kepercayaan yang eksis di dunia ini dengan aturan-aturan yang berbeda dan tidak jarang saling mengklaim lebih benar dari satu sama lain. Ketidakseragaman tersebut, bagi saya, berarti agama tidak datang langsung dari Tuhan karena jika ya, Tuhan pasti punya kuasa untuk menyeragamkan itu. Kalaupun ada yang berbeda, seharusnya Dia bisa dengan mudahnya ‘mengembalikan ke jalan yang lurus’, so they say. Belum lagi banyaknya verses pada kitab suci yang dulu saya pelajari yang multitafsir, atau kasarnya ‘pasal karet’. Tidak sedikit aturan yang bisa saya kontekstualisasikan sesuka saya. Do you really think that God’s words are subjected to be challenged by His own creations? I don’t. Jika memang diturunkan langsung oleh Tuhan, menurut saya seharusnya setiap kalimat, setiap suruhan, setiap aturan adalah sempurna. Tidak bisa dan tidak perlu dikoreksi oleh manusia. Masalah satu selesai, dan selama bertahun-tahun agnostic lah saya meski masih cenderung teis.
Jika memang Tuhan ada dan se-maha kuasa itu, Dia bisa saja menanamkan ide yang serempak disetiap individu mengenai diri-Nya sejak individu-individu itu lahir. Semua orang akan punya ide yang sama tentang Tuhan dan orang-orang yang tidak percaya, seperti saya, bisa dengan mudah dibuat percaya. Selain itu, sifat-sifat Tuhan yang saya kenal selama ini terlalu MANUSIAWI (arrogant, gila hormat, avengeful, among other things) membuktikan sifat-sifat semua itu adalah dasar manusia–dan membuktikan bahwa Tuhan cuma konsep empiris di otak manusia alias sekedar imajinasi si manusia itu sendiri. And just that simple isnt it?


2 komentar:

  1. hay bosku anda bingung mencari bandar togel
    yuk bergabung bersama kami di togel pelangi
    togel terbaik dan terpecaya 100% aman
    http://www.togelpelangi.com/

    BalasHapus
  2. Sangat sulit rasanya jika tuhan hanya dibuktikan secara empiris, pada akhirnya kita harus beriman dengan apa yg namanya "Dogma"

    BalasHapus