REGENSI KEPEMIMPINAN INDONESIA
Apabila melihat
kondisi bangsa Indonesia saat ini, semakin sedikit sekali tokoh muda yang
muncul dan bergerak dalam kepemimpinan di bangsa ini. Seperti dalam dunia
politik, saat Pemilu Legislatif 2014, sedikit sekali tokoh muda yang ikut
mencalonkan diri menjadi calon anggota legislatif.
Tampaknya tokoh
muda sedikit mendapatkan bagian dalam panggung politik yang dikuasai intrik dan
kepentingan penguasa. Pemimpin hanya didominasi segelintir “pemain” lama yang
nyaman dan tidak mau melepaskan kekuasaannya.
Seharusnya
setiap pemimpin mulai menyadari bahwa masa kepemimpinannya terbatas. Sangat
diperlukan regenerasi, dengan mempersiapkan anak muda yang nantinya siap
menjadi penerus kepemimpinan di bangsa ini. Oleh karena itu, pemimpin yang
bijaksana adalah mereka yang mempersiapkan pengganti dirinya.
Tentu ini sebuah
tantangan bagi seorang pemimpin, karena mengerjakan sendiri tugas-tugas
kepemimpinan, akan lebih mudah daripada mengajar dan mempersiapkan generasi
muda untuk memimpin.
Bung Karno
pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan
sejarah bangsanya sendiri.” Untuk itu, pemimpin bangsa ini haruslah belajar
dari sejarah kepemimpinan di masa lalu, yaitu dengan meneladani para founding
fathers yang telah memimpin dengan begitu tulus dan gigih memperjuangkan
Indonesia.
Ketika Indonesia
memproklamasikan kemerdekaan, mereka tidak berebut kekuasaan. Dengan ikhlas,
mereka kembali ke daerah masing-masing untuk memperjuangkan daerahnya yang
belum berkembang. Mereka yang mendapatkan amanat rakyat menjalankan dengan
sepenuh hati demi Indonesia maju.
Potret
kepemimpinan inilah yang banyak dipraktikkan Ir Soekarno, Moh Hatta, Sutan
Syahrir, Ahmad Dahlan, Jenderal Soedirman, dan pemimpin lainnya. Mereka telah
memberikan dasar nilai-nilai kepemimpinan yang luhur atas bangsa ini. Hal
tersebut telah bertahun-tahun menjadi fondasi keteladanan bagi banyak pemimpin
muda di bawahnya.
Namun sekarang,
kelihatannya nilai-nilai luhur kepemimpinan itu telah luntur. Salah satu
penyebabnya adalah banyaknya pemimpin yang berkuasa saat ini hidup untuk
kepentingan diri mereka sendiri. Mereka tidak lagi memberikan keteladanan yang
baik dengan melakukan korupsi, penyuapan, skandal seks, berebut kekuasaan, dan
masih banyak lainnya. Semuanya itu akan menghambat proses regenerasi pemimpin
muda di bangsa ini.
Fakta sejarah di
atas haruslah diajarkan terus-menerus kepada generasi muda sekarang ini, agar
mereka tidak lupa akan dasar nilai-nilai luhur kepemimpinan, yaitu Pancasila. Itu
karena Pancasila merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa dalam
menjalankan kehidupannya.
Sangat penting
bila sejak usia dini mereka telah diajarkan untuk dapat memahami, memaknai, dan
mengamalkan keseluruhan nilai yang terdapat dalam Pancasila. Nilai-nilai itu
mampu berperan dalam pembentukan karakter karena di dalam Pancasila terdapat
nilai-nilai yang mudah dipahami dan diamalkan.
Apabila
keseluruhan nilai Pancasila itu bisa dilaksanakan dengan baik, sejak usia dini
secara bertahap dan terus-menerus, kepribadian dan karakter kepemimpinan itu
akan terbentuk hingga dewasa nanti. Proses regenerasi ini juga membutuhkan
keterlibatan dan peran aktif dari setiap orang tua, juga guru di sekolah, untuk
memiliki beban dan terus-menerus dalam mendidik anak serta menanamkan
nilai-nilai tersebut.
Peran agama juga
tidak kalah penting. Itu karena nilai-nilai agama juga menjadi salah satu dasar
yang penting dalam pembentukan karakter dan mental generasi muda. Dalam Alkitab
terdapat beberapa pemimpin yang gagal melakukan regenerasi, yang pada akhirnya
menyebabkan bangsanya tercerai berai.
Tokoh pertama
adalah Yosua. Ia gagal mempersiapkan pengganti kepemimpinannya karena tidak
menceritakan/mengajarkan kembali perbuatan Allah yang besar atas bangsa Israel
kepada generasi muda penerusnya. Oleh karena itu, setelah ia meninggal muncul
angkatan lain yang tidak mengenal Allah dan mereka berpaling menyembah kepada
para baal.
Inilah awal
kehancuran bangsa Israel. Mereka hidup meninggalkan Allah dan tidak ada lagi
pemimpin muda yang memiliki wibawa Allah (Hakim 2:10-15). Tokoh kedua adalah
guru Samuel, yaitu Imam Eli, yang telah gagal juga dalam mendidik anak-anaknya,
disebabkan sikapnya yang kurang tegas, sehingga mereka tidak mau menghiraukan
dan menuruti perintah Tuhan. Mereka tidak layak menjadi pemimpin pengganti
ayahnya, bahkan hidupnya binasa (1 Samuel 2:123-25).
Belajar dari
kedua tokoh tersebut, bisa ditarik kesimpulan akan pentingnya regenerasi
kepemimpinan muda atas suatu bangsa. Beban ini bukanlah tanggung jawab
pemerintah saja, tetapi haruslah menjadi tanggung jawab semua orang tua untuk
mempersiapkan generasi penerus yang mempunyai karakter serta nilai-nilai dasar
Pancasila; dibarengi dengan dasar agama yang kuat.
Jika hal ini
diabaikan, jangan terkejut bila kualitas sumber daya manusia di bangsa ini akan
menjadi yang terendah di tingkat Asia. Namun, ada juga tokoh di Alkitab yang
menerapkan regenerasi pemimpin, yaitu Rasul Paulus yang melayani dengan
melibatkan anggota tim pelayanan anak-anak muda.
Rasul Paulus
dengan sabar dan terus-menerus membimbing serta mengajarkan kebenaran Firman
Allah melalui setiap suratnya. Dengan demikian, ia telah menghasilkan banyak
pemimpin muda yang memiliki karakter takut akan Tuhan. Sebagai penutup, Rasul
Paulus mengajarkan pentingnya regenerasi, yang terdapat dalam 2 Timotius 2:2,
“Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah
itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang
lain.
” Marilah terus
mengajar dan mempersiapkan setiap generasi muda saat ini, agar kelak akan
menjadi pemimpin muda yang memiliki karakter, mental dan integritas yang kuat
dalam membangun bangsa Indonesia.
hay bosku anda bingung mencari bandar togel
BalasHapusyuk bergabung bersama kami di togel pelangi
togel terbaik dan terpecaya 100% aman
http://www.togelpelangi.com/